Medan – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan menjatuhkan hukuman penjara terhadap dua terdakwa kasus suap proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara. Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG) Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun divonis 2 tahun 6 bulan penjara, sedangkan anaknya, Direktur PT Rona Mora Muhammad Rayhan Dulasmi, dijatuhi pidana 2 tahun penjara.
Putusan dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu, Senin (1/12/2025) di ruang Cakra Utama Pengadilan Tipikor Medan. Selain hukuman penjara, keduanya juga dikenai pidana denda:
-
Kirun: Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan
-
Rayhan: Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan
Majelis Hakim menyatakan keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar:
Pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Komitmen Suap untuk Atur Tender Proyek
Dalam perkara ini, Kirun dan Rayhan terbukti menjanjikan commitment fee hingga 5% dari nilai kontrak kepada sejumlah pejabat untuk mengatur kemenangan PT DNG dalam lelang metode e-Katalog di Dinas PUPR Sumut. Nilai suap mencapai miliaran rupiah.
Suap tersebut berkaitan dengan proyek:
-
Peningkatan Struktur Jalan Ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu senilai Rp96 miliar
-
Ruas Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp69,8 miliar
Rayhan menyerahkan uang suap sesuai instruksi Kirun untuk mempercepat proses meskipun dokumen perencanaan belum lengkap. Tindakan itu dilakukan dengan melibatkan beberapa pejabat terkait.
Hukuman Lebih Ringan dari Tuntutan KPK
Putusan hakim lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK, yang meminta:
-
Kirun: 3 tahun penjara
-
Rayhan: 2 tahun 6 bulan penjara
Majelis mempertimbangkan hal yang meringankan:
-
Para terdakwa belum pernah dihukum
-
Menyatakan penyesalan dan berjanji tidak mengulangi
-
Kirun bersedia menjadi Justice Collaborator (JC)
-
Rayhan masih berstatus mahasiswa
Para pihak diberikan waktu 7 hari untuk menyatakan sikap terhadap putusan tersebut.
Kritik Publik: Vonis Dinilai Terlalu Ringan
Sejumlah pihak dan pemerhati hukum menilai bahwa hukuman ini masih terlalu ringan dibanding kerugian publik atas praktik korupsi proyek infrastruktur.
Korupsi di sektor pembangunan jalan berdampak ganda:
-
merusak keuangan negara,
-
menurunkan kualitas konstruksi,
-
membahayakan warga sebagai pengguna jalan.
Pandangan publik menegaskan bahwa:
“Koruptor yang merusak masa depan pembangunan seharusnya tidak merasa bisa tertawa bahagia di balik vonis ringan.”
Mereka mendesak agar hakim lebih tegas untuk memberi efek jera nyata, sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi dalam UU Tipikor dan hak masyarakat atas informasi publik yang transparan sebagaimana dijamin dalam UU Keterbukaan Informasi Publik.
Ajakan untuk Transparansi Berkelanjutan
Kasus ini membuka lagi sorotan publik terhadap:
-
pengawasan pengadaan barang dan jasa
-
praktek suap berjamaah dalam e-Katalog
-
kinerja aparat dalam menindak aktor utama korupsi proyek infrastruktur
Masyarakat berharap proses hukum tidak berhenti pada pelaksana lapangan, melainkan menyasar seluruh pihak yang memperoleh keuntungan dari skema suap ini.
( TIM )




