Kesultanan Langkat Tegaskan Legalitas, Struktur Pengurus, Pengakuan yang Sah, dan Komitmen Mengamankan Aset Adat
Langkat – Seiring berkembangnya berbagai informasi di tengah masyarakat, pihak Kesultanan Negeri Langkat menegaskan kembali bahwa kepemimpinan yang sah berada di bawah naungan Tuanku Harimugaya Abdul Djalil Rahmatsyah bin Tengku Yahya bin Sultan Mahmud Aziz Abdul Dalil Rahmatsyah sebagai Sultan Langkat yang diakui secara adat, agama, dan hukum formal negara.
Dalam kesempatan tersebut, Dato' Bentara Dalam Dato' Seri Adhan Nur, SE, didampingi oleh Dato' Bentara Pewarta Diraja Dato' Seri Abdul Hafiz, S.Ag., MA serta Dato' Bentara Nara Diraja Dato' Seri Muhammad Arifin, S.Ag, menegaskan bahwa Kesultanan Langkat telah memiliki struktur pengurus resmi yang bekerja secara aktif untuk menjalankan roda adat, budaya, dan sosial masyarakat Langkat.
Struktur Pengurus Kesultanan
Perangkat resmi Kesultanan yang berperan mendukung kepemimpinan Sultan, antara lain:
1. Dato' Bentara Dalam: menjalankan tugas pengawasan dan pengawalan adat serta keputusan Sultan.
2. Dato' Bentara Pewarta Diraja: menjadi corong komunikasi resmi antara Sultan dan masyarakat.
3. Dato' Bentara Nara Diraja: menjaga hubungan internal dan eksternal serta memastikan adat-istiadat tetap terpelihara.
Legalitas Formal
Dato' Adhan Nur menegaskan bahwa Kesultanan Langkat telah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham) sebagai bentuk legalitas formal. Hal ini menjadi bukti bahwa Kesultanan Langkat tidak hanya sah secara adat dan agama, tetapi juga memiliki kedudukan hukum yang kuat di mata negara.
Pengakuan yang Sah
Dengan adanya legalitas tersebut, maka tidak ada lagi keraguan mengenai keabsahan Sultan Langkat, karena:
1. Secara Adat: Tuanku Harimugaya adalah pewaris sah trah Kesultanan Langkat.
2. Secara Agama: prosesi penobatan dan pengukuhan dilakukan sesuai syariat dan tradisi Islam.
3. Secara Hukum Negara: telah tercatat dan diakui oleh Menkumham sebagai entitas hukum yang sah.
Komitmen Mengamankan Aset Kesultanan
Kesultanan Langkat juga menegaskan komitmennya untuk mengamankan aset-aset Kesultanan, baik lahan yang berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) maupun lahan di luar TNGL, yang selama ini diketahui dikuasai secara paksa oleh sejumlah perusahaan swasta.
Pihak Kesultanan menyatakan bahwa data dan dokumen mengenai aset tersebut telah dimiliki secara lengkap sebagai dasar hukum perjuangan. Langkah ini sejalan dengan:
1. UUPA No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, yang mengakui tanah adat dan hak ulayat.
2. UUD 1945 Pasal 18B ayat (2), yang menegaskan pengakuan negara terhadap masyarakat hukum adat.
3. Instrumen hukum lingkungan dan kehutanan, yang menjamin hak masyarakat adat di dalam dan di sekitar kawasan hutan.
Kehadiran Kesultanan, Wujud Kebangkitan Peradaban Adat
Ketua Orientasi Peradaban Tanah Air Indonesia Menuju Insan Sejahtera (OPTIMIS) Sumatera Utara menyampaikan bahwa dengan hadirnya Tahta Adat Kesultanan Langkat yang sah secara hukum, maka peradaban masyarakat adat dan kesatuan masyarakat adat di Kabupaten Langkat yang selama ini terpinggirkan kini menemukan bentuk nyata dalam payung hukum Kesultanan.
“Kesultanan Langkat yang sah adalah milik masyarakat Langkat, dan kepemimpinan Tuanku Harimugaya Abdul Djalil Rahmatsyah telah memiliki legitimasi penuh baik adat, agama, maupun hukum negara. Ini adalah amanah sejarah yang harus kita jaga bersama, sekaligus perjuangan untuk mengembalikan marwah tanah ulayat dan hak adat masyarakat Langkat,” tegas Dato' Seri Adhan Nur.
Dengan legalitas yang dimiliki, struktur pengurus yang jelas, serta dukungan masyarakat adat, Kesultanan Langkat berkomitmen menjaga budaya, memperkuat persatuan, serta melindungi tanah adat dan ulayat dari segala bentuk perampasan.
(TIM)