Komisi Informasi Publik Sumut Diduga Abaikan UU Keterbukaan Informasi: Media RevolusiNews Siap Tempuh Jalur Hukum
Dairi – Kekecewaan mendalam disuarakan oleh kalangan jurnalis dan masyarakat pemerhati transparansi publik terhadap kinerja Komisi Informasi Publik (KIP) Sumatera Utara. Lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, justru dinilai abai dan tidak netral dalam menangani sengketa informasi.
Hal ini mencuat dalam sidang lanjutan antara PT Media RevolusiNews Karawang melawan Inspektorat Kabupaten Dairi, yang digelar di Kantor KIP Sumut, Jalan Al-Falah, Medan Johor. Sidang yang diharapkan menghadirkan keadilan informasi tersebut justru melahirkan putusan kontroversial, karena KIP Sumut dinilai memberi celah bagi termohon untuk tidak menyerahkan dokumen publik yang diminta.Selasa 05 agustus 2025.
Kronologi: Dokumen Disebut “Rahasia Negara”, KIP Sahkan Keberatan Termohon
Dalam sidang sebelumnya, Inspektorat Dairi berdalih bahwa dokumen yang diminta adalah “rahasia negara”, tanpa penjelasan dan klasifikasi yang jelas. Namun dalam sidang putusan terkini, KIP Sumut menguatkan keberatan termohon, dengan alasan legal standing pemohon tidak sah — padahal, surat kuasa resmi dalam format PDF telah diserahkan dan ditandatangani pimpinan redaksi serta direktur utama perusahaan pers.
Pihak Media RevolusiNews Dairi menegaskan bahwa sebelumnya mereka telah tiga kali mengajukan permohonan serupa di sidang berbeda, dengan legal standing yang sama, dan seluruhnya dikabulkan oleh KIP Sumut sendiri. Namun kali ini, justru dipersulit tanpa alasan hukum yang masuk akal.
"Kalau begitu, bilang saja ke pemohon bahwa termohon keberatan," ucap salah satu peserta sidang yang seolah menyepelekan keberatan resmi yang diajukan pihak media.
Jurnalis Dipersulit: Ancaman terhadap Kebebasan Pers dan Transparansi
Langkah KIP Sumut ini dianggap sebagai bentuk penghambatan kerja jurnalistik serta pengingkaran terhadap hak publik atas informasi. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 4 ayat (3) menyebutkan:
"Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
Sedangkan UU KIP Nomor 14 Tahun 2008, menyatakan dengan jelas bahwa setiap badan publik wajib memberikan informasi yang diminta pemohon dalam jangka waktu tertentu, kecuali termasuk kategori informasi yang secara hukum diklasifikasikan sebagai informasi yang dikecualikan.
Namun dalam kasus ini, tidak ada pembuktian hukum yang sahih dari termohon bahwa dokumen yang diminta adalah informasi yang dikecualikan.
Slogan KIP Dipertanyakan: “Kalau Bersih, Mengapa Harus Risih?”
KIP Sumut selama ini dikenal mengusung slogan “Kalau bersih, mengapa harus risih?”. Namun, putusan inkonsisten dan standar ganda dalam penanganan perkara ini membuat publik meragukan integritas dan komitmen lembaga tersebut terhadap prinsip keterbukaan.
Jika kasus serupa dengan dasar hukum dan legal standing yang sama sebelumnya dikabulkan, mengapa kali ini ditolak? Apakah karena tekanan politik? Atau ada motif lain di balik layar?
Langkah Lanjutan: Tempuh Jalur Hukum dan Laporkan ke Dewan Pers
Pimpinan Redaksi PT Media RevolusiNews Karawang menyatakan akan menempuh jalur hukum dan melaporkan kasus ini ke Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Dewan Pers, untuk menguji sejauh mana keberpihakan KIP Sumut terhadap prinsip-prinsip negara hukum dan demokrasi.
“Kami akan menguji komitmen lembaga-lembaga ini terhadap konstitusi dan keterbukaan. Pers adalah pilar demokrasi, bukan objek diskriminasi. Jika badan publik bisa semena-mena menolak informasi dengan dalih palsu, maka kontrol sosial mati,” tegasnya.
Tuntutan Publik: Evaluasi dan Audit Kinerja KIP Sumut
Desakan agar KIP Sumut dievaluasi secara menyeluruh semakin kencang. Beberapa aktivis dan organisasi masyarakat sipil meminta Komisi Informasi Pusat dan Ombudsman RI untuk melakukan audit kinerja dan integritas komisioner KIP Sumut, demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme keterbukaan informasi di daerah.
Penutup
Kasus ini menjadi cermin buram pelaksanaan UU KIP di daerah. Bila pengabaian seperti ini dibiarkan, maka keterbukaan informasi publik hanya akan menjadi slogan kosong, dan ruang demokrasi perlahan tergerus oleh birokrasi yang anti transparansi.
“Transparansi bukan ancaman, tapi fondasi demokrasi,” tulis salah satu aktivis dalam poster aksi yang beredar.
liputan : TIM